Pengertian dan Definisi Prolog dalam Karya Sastra. Prolog adalah istilah lain dari kalimat pembuka dalam karya sastra. istilah Prolog dapat kita jumpai dalam berbagai buku cerita ataupun film dan drama. Prolog adalah bagian naskah yang ditulis pengarang pada bagian awal yang merupakan pengantar naskah yang dapat berupa dialog, kilas balik suatu peristiwa yang terjadi atau dapat juga berupa keterangan dan pendapat pengarang tentang cerita yang akan disajikan. Dalam buku-buku non karya sastra Prolog mungkin hampir mirip dengan istilah Kata Pengantar
Pengertian Prolog
Prolog dalam suatu naskah biasanya berisi tentang perkenalan tokoh-tokoh dan pemerannya, konflik yang terjadi dalam cerita, peristiwa penting yang menarik serta sinopsis cerita secara sekilas. Fungsi Prolog dalam suatu karya satra adalah sebagai pemicu rasa penasaran pembaca atau penonton. Meski prolog tidak bisa mewakili isi keseluruhan dari sebuah tulisan ataupun drama, tetapi biasanya kita melihat dan memvonis sesuatu berdasarkan kesan pertamanya. Ada sebuah buku yang memiliki prolog yang tidak menarik tetapi cerita yang di paparkannya secara keseluruhan sangat bagus. Ada pula karya sastra yang prolognya sangat menjanjikan tetapi kisah keseluruhan mengecewakan. Karena itu tidak semua karya sasrta memiliki prolog. Dan setiap pengarang di beri kebebasan untuk memutuskan apakah sebuah prolog perlu di sertakan dalam karyanya atau tidak.
Secara umum sebuah cerita dapat di bagi kedalam 3 bagian, yaitu Prolog, inti cerita dan epilog. Berikut ini adalah contoh prolog yang di sadur Dtebu.com dari noveletta berjudul Puisi Cinta Yang Hilang karya Meysha Lestari.
PROLOG PUISI CINTA YANG HILANG
"Sayang..." panggil Aldi sambil membuka pintu. Aku merapatkan tubuhku di balik kelambu. Dengan dada berdetak tak menentu. Untung nya curtain yang kupasang untuk menutupi jedela tempatku bersembunyi cukup tebal dan berwarna pekat. Hingga dapat kupastikan kalau dia, lelaki itu tak akan dapat menemukan diriku. Aku bernafas lega ketika kudengar suara pintu tertutup dan langkah kaki menjauh. Lega karena berhasil menghindarinya dan tidak perlu menatap matanya dengan rasa bersalah.
Beberapa hari ini, hatiku sedang galau, risau dan penuh risiko. Sedikit saja aku tidak bisa menjaganya... maka akan tercetuslah perang dunia. Lelaki yang membuka pintu tadi adalah suamiku. Satu-satunya pria yang berhak atas diriku, hidupku, tubuhku namun tidak hatiku. Meski dia telah menjadi suamiku, namun hatiku telah tersangkut pada orang lain. Dan orang lain itu tiba-tiba muncul kembali didepanku beberapa hari yang lalu. Membuat hidupku menjadi tidak menentu….”